Sabtu, 03 September 2011

Antara Zakat dan Pengangguran

Jika di luar sana sekarang sedang ramai-ramainya manusia membayar zakat fitrah, maka tidak ada salahnya jika di sini kita ngobrol santai seputar zakat. Diakui atupun tidak, zakat memiliki relevansi signifikan dengan problematika sosial yang bernama pengangguran, baik dari sisi positif maupun negatifnya.

Positifnya, karena zakat jika dikelola dengan baik dan sesuai aturanya maka akan mampu mengurangi banyaknya pengangguran. Negatifnya, jika dikelola dengan asal-asalan justru dapat meningkatkan pengangguran. Karena seorang yang malas bekerja, ketika diberi zakat justru akan menjadikanya lebih malas. Munkin yang terbesit dalam hatinya adalah, "ngapain saya harus susah-payah bekerja jika tanpa bekerja pun tetap bisa makan melalui santunan zakat".

Pada prinsipnya, zakat memiliki relevansi dengan segala entitas problematika social, semisal: penganguran, kemiskinan, bencana alam dan lain sebagainya. Namun pada kesempatan kali ini saya hanya akan menganalisa relevansi zakat dengan pengangguran saja.

Setelah saya cek ke berbagai tulisan, ternyata banyak juga tulisan-tulisan yang telah menyorot relevansi zakat dengan problematika sosial selain pengangguran. Tapi tidak menutup kemungkina di sana juga ditemukan tulisan-tulisan terkait relevansi zakat dengan pengangguran. Oleh sebab itu, saya berusaha menelisik dari perspektif yang saya kira sedikit berbeda.

Problematika Pengangguran

Pengangguran, apa pun itu bentuknya, adalah entitas yang merugikan. Namun ada fenomena pengangguran yang saya kira sangat merugikan dan imbasnya dapat dirasakan hampir oleh seluruh Bangsa, yaitu menganggurnya wakil rakyat yang kurang bertanggung jawab. Baik mereka yang duduk di Gedung DPR maupun yang sekadar menjadi ketua RT.

Jika mereka menganggur dan malas bekerja maka sudah dipastikan rakyatlah yang menanggung kerugiannya. Jika melihat fakta di lapangan maka kita akan menemukan fenomena pengangguran wakil rakyat tersebut. Bukan hanya menganggur, bahkan tidur di saat sidang untuk rakyat sedang berlangsung. Mungkin jika hanya menganggur terus tidur tidak terlalu mengherankan, tapi yang menakjubkan, di saat sidang sedang belangsung ada yang menganggur sembari menyaksikan adegan hot.

Dalam kasus pengangguran wakil rakyat in negara mendapatkan kerugian ganda. Pertama, negara rugi karena telah membayar mereka. Kedua, negara rugi karena jika mereka tidak nganggur maka seberapa pun itu pasti akan ada hasil yang didapatkan negara. Ini adalah pengangguran yang kerugianya bersekala besar. Segala fenomena pengangguran, apa pun bentuknya, jika tidak mendapatkan solusi cerdas, maka kerugianya akan berdampak sangat buruk, baik bagi induvidu, keluarga maupun masyarakat pada umumnya.

Kerugian yang dirasakan induvidu adalah: 1) merugikan ekonominya, sekira dia tidak memiliki masukan sedang disatu sisi pengeluaran adalah keharusan, 2) merugikan kesehatanya, karena ketika dia nganggur berarti dia kurang bergerak, ketika dia kurang berkearak maka akan rawan untuk terjangkit penyakit, 3) merugikan hatinya, karena seseorang yang nganggur anganya cenderung mudah melayang-layang, berhayal dan berandai-andai sehingga hati pun akan mudah gundah dan resah, 4) merugikan masyarakat, karena nganggur bisa menyebabkan iri dan dengki kepada tetangganya yang berkecukupan. Kemudian rasa iri dan dengki itu, pada tataran paling radikal akan menjelma menjadi tindak kriminal berupa perampokan dan pencurian bahkan pembunuhan.

Kerugian yang dapat dirasakan keluarga adalah hilangnya keharmonisan antara suami dan istri. Suami yang nganggur akan selalu dihinggapi rasa ketidak mampuan untuk memenuhi tanggung jawab menyejahterakan keluarganya, sehingga akan selalu merasa bersalah. Sementara di satu sisi sang istri akan merasa tidak tenang, gundah dan lain sebagainya sehingga pada fase yang lebih dalam, hilanglah rasa kepercayaan sang istri kepada sang suami.

Jika sudah demikian, maka keluarga akan mudah terkoyak oleh ketidak harmonisian yang puncaknya perceraian akan menjadi pilihan. Kerugian yang dapat dirasakan masyarakat adalah, karena ketika ada warganya yang nganggur berarti masyarakat telah kehilangan energi dan produksi yang sebenarnya sangat bermanfaat bagi masyarakat tersebut.

Karena itu, islam begitu membenci yang namanya nganggur dan selalu memotifasi agar manusia senantiasa giat bekerja. Walau pun Nabi, akan tetapi Nabi Muhammad SAW dan Nabi Musa AS juga bekerja walaupun dengan menggembala kambing. Abdullah bin Zubair juga pernah mengatakan bahwa "Sejelek-jelek sesuatu di dunia adalah menganggur." Di sinilah zakat yang dikelola dengan efisien memiliki esensialitas dan urgensitas untuk menanggulangi problematika pengangguran.

Solusi Zakat

Ada beberapa varian pengangguran yang memiliki konsekuensi hukum yang berbeda. Di antaranya adalah pengangguran yang sifatnya terpaksa, mau tidak mau keadaan memang menuntut untuk menganggur dan tidak ada pilihan lain.

Ada beberapa sebab yang menjadi faktor munculnya pengangguran semacam ini. Diantaranya, seseorang yang memiliki keahlian berbisnis akan tetapi dia tidak memilik modal sama sekali untuk memulai bisnisnya, sehingga dia pun terpaksa menganggur. Atau keahlianya adalah bertani, akan tetapi sama sekali tidak memiliki instrumen dan segala perabotan untuk bertani, atau bahkan tidak memiliki ladang.

Atau memiliki keahlian dalam profesi lain yang membutuhkan perangkat akan tetapi sama sekali tidak memiliki cukup uang untuk membelinya. Selain itu juga terdapat faktor lain, yaitu, tidak pernah menerima pendidikan tentang berprofesi pada masa kecilnya. Untuk yang terakhir ini tentunya yang sangat bertanggung jawab adalah kedua orang tuanya dan Negara pada umumnya.Â

Dalam kasus pengangguran semacam ini zakat memiliki peran signifikan untuk mengatasinya. Yang perlu dicatat, bahwa tujuan zakat bukan hanya mengenyangkan pengangguran yang fakir dan miskin dalam jangka waktu tertentu saja, seminggu misalkan, kemudian setelah itu mereka kembali fakir dan miskin lagi.

Akan tetapi, tujuan esensialnya adalah mengentaskan mereka dari keterpurukan tersebut selamanya, dengan cara mendaya gunakan harta zakat untuk memodali mereka yang darinya mereka mampu mengembangkanya sendiri sampai memiliki pemasukan yang mencukupi kebutuhan mereka selamanya.

Semisal pada kasus seorang yang memiliki keahlian berbisnis namun menganggur sebab tidak memiliki modal untuk memulai berbisnis, maka dia diberi dari harta zakat modal secukupnya, sekira dari modal tersebut dia dapat menghasilkan masukan laba yang bisa mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Cara seperti ini sangat efektif, karena ketika bisnis yang dijalani telah mapan maka untuk seterusnya dia bisa menghidupi dirinya sendiri secara kontinu tanpa mengandalkan santunan zakat lagi.

Atau dia memiliki keahlian bertani akan tetapi tidak memiliki sarana-sarana pertanian yang memadai maka dia diberi harta zakat secukupnya yang denganya ia mampu membeli segala perabot pertanian yang dibutuhkan. Bahkan jika diperlukan, jika tidak memiliki ladang, maka dibelikan ladang agar denganya ia bisa memulai bertani. Hal demikian senada dengan yang diungkapkan dalam literatur kitab-kitab fikih. Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar