Kamis, 20 Oktober 2011

Membangun Umat dengan Pemerdayaan

Setiap manusia terlahir dengan potensi yang telah di anugrahkan oleh Allah swt, namun sayangnya mereka seringkali tak menyadari akan potensi yang mereka miliki. Sehingga ketika kesulitan mendera mereka, mereka tak tahu harus berbuat apa dan akhirnya benar-benar terpuruk dalam kesulitan. Padahal ketika potensi yang mereka miliki dikembangkan dan diperdayakan, maka akan mampu bangkit dan keluar dari kesulitan yang melilitnya.
Harus diakui jika kemiskinan merupakan porblematika di negara kita saat ini. Semakin hari kesulitan financial semakin membelit. Semakin tahun jumlah penduduk yang hidyp dibawah garis kemiskinan semakin meningkat. Bahkan sebagian diantara mereka mulai hidup dengan mengharapkan uluran tangan dari orang lain. Miris memang, tapi itulah kenyataan. Lalu adakah yang bisa kita perbuat untuk mereka?
Saatnya Kita Membantu Mereka
Memberi bantuan pada orang yang memerlukan pertolongan adalah kewajiban kita sebagai sesama manusia. Namun bagaimana caranya agar bantuan yang kita berikan mampu menyelesaikan masalah mereka? Itulah pertanyaan yang harus kita tanyakan pada diri sendiri sebelum membantu orang lain. Jangan beri orang yang kelaparan pakaian, karena yang mereka butuhkan adalah makannan, dan jangan beri bingkisan kepada para pengangguran karena yang mereka butuhkan pekerjaan. Lalu apa yang harus kita berikan kepada saudara-saudara kita yang hidup dalam kekurangan, tak memiliki pekerjaan atau yang penghasilannya tak cukup membiayai hidup mereka dan keluarganya?
Bantuan berupa sembako, pakaian ataupun uang sudah pasti sangat berarti bagi saudara-saudara kita yang hidup dalam kekurangan, namun ternyata bantuan semacam itu hanya menyelesaikan masalah mereka untuk sementara saja. Setelah bantuan yang diberikan habis terpakai maka mereka kembali kebingungan dalam memenuhi kebutuhannya. Mengapa demikian? Karena sebenarnya masalah terbesarnya, mereka tak mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka, untuk itu bantuan yang tepat adalah membantu mereka agar mereka memiliki lahan pekerjaan yang dengannya mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Uluran tangan kita dengan memberikan bantuan berupa materi sudah pasti membahagiakan mereka, tetapi ada hal lain yang lebih penting yang harus kita lakukan. Sadarkan saudara-saudara kita bahwa mereka mampu hidup mandiri. Beri mereka semangat, bngkitkan motivasi dalam diri mereka bahwa mereka tak boleh terus menerus mangharapkan bantuan orang lain, mereka harus bisa mandiri dengan memperdayakan potensi yang mereka miliki. Bantu mereka menemukan potensi dalam diri mereka dan bimbing mereka untuk mengembangkan potensinya. Lalu beri mereka kepercayaan untuk melatih dan mengasah potensi yang mereka miliki
Sebaik-baiknya manusia adalah yang memiliki banyak manfaat bagi orang lain. Saat ini perilaku manusia menjadi sangat individualis. Kita seringkali hanya mementingkan diri kita sendiri. Kita seringkali alpa bahwa kita memiliki tetangga, saudara, kerabat dan teman-teman di sekeliling kita. Jagankan mengetahui masalah yang merka hadapi, kabar mereka saja kita seringkali tak mengetahui. Jangankan membantu mereka menyelesaikan kesulitan yang mereka hadapi, peduli saja kita tidak. Padahal membantu sesama muslim adalah salah satu tugas kita. Silaturahmi adalah ajaran yang dibawa Rasul kita Nabi Muhammad SAW. Tapi kita lupa, kita sadar. Untuk itu sudah saatnya kita mulai bergerak. Tak hanya membangun diri kita untuk maju bersama. Ajak mereka untuk menggali potensi yang mereka miliki lalu kembangkan bersama-sama. Berdayakan diri kita dan berdayakan orang-orang disekitar kita mata kita akan tumbuh menjadi masyarakat yang produktif dan berjiwa sosial. Dan bukan tak mungkin pemerdayaan yang kita lakukan, pemerdayaan kita perjuangkan dan pemerdayaan yang selalu kita gangkan akan menghasilkan hal yang luar biasa bagi umat.
»»  READMORE...

Sabtu, 03 September 2011

Antara Zakat dan Pengangguran

Jika di luar sana sekarang sedang ramai-ramainya manusia membayar zakat fitrah, maka tidak ada salahnya jika di sini kita ngobrol santai seputar zakat. Diakui atupun tidak, zakat memiliki relevansi signifikan dengan problematika sosial yang bernama pengangguran, baik dari sisi positif maupun negatifnya.

Positifnya, karena zakat jika dikelola dengan baik dan sesuai aturanya maka akan mampu mengurangi banyaknya pengangguran. Negatifnya, jika dikelola dengan asal-asalan justru dapat meningkatkan pengangguran. Karena seorang yang malas bekerja, ketika diberi zakat justru akan menjadikanya lebih malas. Munkin yang terbesit dalam hatinya adalah, "ngapain saya harus susah-payah bekerja jika tanpa bekerja pun tetap bisa makan melalui santunan zakat".

Pada prinsipnya, zakat memiliki relevansi dengan segala entitas problematika social, semisal: penganguran, kemiskinan, bencana alam dan lain sebagainya. Namun pada kesempatan kali ini saya hanya akan menganalisa relevansi zakat dengan pengangguran saja.

Setelah saya cek ke berbagai tulisan, ternyata banyak juga tulisan-tulisan yang telah menyorot relevansi zakat dengan problematika sosial selain pengangguran. Tapi tidak menutup kemungkina di sana juga ditemukan tulisan-tulisan terkait relevansi zakat dengan pengangguran. Oleh sebab itu, saya berusaha menelisik dari perspektif yang saya kira sedikit berbeda.

Problematika Pengangguran

Pengangguran, apa pun itu bentuknya, adalah entitas yang merugikan. Namun ada fenomena pengangguran yang saya kira sangat merugikan dan imbasnya dapat dirasakan hampir oleh seluruh Bangsa, yaitu menganggurnya wakil rakyat yang kurang bertanggung jawab. Baik mereka yang duduk di Gedung DPR maupun yang sekadar menjadi ketua RT.

Jika mereka menganggur dan malas bekerja maka sudah dipastikan rakyatlah yang menanggung kerugiannya. Jika melihat fakta di lapangan maka kita akan menemukan fenomena pengangguran wakil rakyat tersebut. Bukan hanya menganggur, bahkan tidur di saat sidang untuk rakyat sedang berlangsung. Mungkin jika hanya menganggur terus tidur tidak terlalu mengherankan, tapi yang menakjubkan, di saat sidang sedang belangsung ada yang menganggur sembari menyaksikan adegan hot.

Dalam kasus pengangguran wakil rakyat in negara mendapatkan kerugian ganda. Pertama, negara rugi karena telah membayar mereka. Kedua, negara rugi karena jika mereka tidak nganggur maka seberapa pun itu pasti akan ada hasil yang didapatkan negara. Ini adalah pengangguran yang kerugianya bersekala besar. Segala fenomena pengangguran, apa pun bentuknya, jika tidak mendapatkan solusi cerdas, maka kerugianya akan berdampak sangat buruk, baik bagi induvidu, keluarga maupun masyarakat pada umumnya.

Kerugian yang dirasakan induvidu adalah: 1) merugikan ekonominya, sekira dia tidak memiliki masukan sedang disatu sisi pengeluaran adalah keharusan, 2) merugikan kesehatanya, karena ketika dia nganggur berarti dia kurang bergerak, ketika dia kurang berkearak maka akan rawan untuk terjangkit penyakit, 3) merugikan hatinya, karena seseorang yang nganggur anganya cenderung mudah melayang-layang, berhayal dan berandai-andai sehingga hati pun akan mudah gundah dan resah, 4) merugikan masyarakat, karena nganggur bisa menyebabkan iri dan dengki kepada tetangganya yang berkecukupan. Kemudian rasa iri dan dengki itu, pada tataran paling radikal akan menjelma menjadi tindak kriminal berupa perampokan dan pencurian bahkan pembunuhan.

Kerugian yang dapat dirasakan keluarga adalah hilangnya keharmonisan antara suami dan istri. Suami yang nganggur akan selalu dihinggapi rasa ketidak mampuan untuk memenuhi tanggung jawab menyejahterakan keluarganya, sehingga akan selalu merasa bersalah. Sementara di satu sisi sang istri akan merasa tidak tenang, gundah dan lain sebagainya sehingga pada fase yang lebih dalam, hilanglah rasa kepercayaan sang istri kepada sang suami.

Jika sudah demikian, maka keluarga akan mudah terkoyak oleh ketidak harmonisian yang puncaknya perceraian akan menjadi pilihan. Kerugian yang dapat dirasakan masyarakat adalah, karena ketika ada warganya yang nganggur berarti masyarakat telah kehilangan energi dan produksi yang sebenarnya sangat bermanfaat bagi masyarakat tersebut.

Karena itu, islam begitu membenci yang namanya nganggur dan selalu memotifasi agar manusia senantiasa giat bekerja. Walau pun Nabi, akan tetapi Nabi Muhammad SAW dan Nabi Musa AS juga bekerja walaupun dengan menggembala kambing. Abdullah bin Zubair juga pernah mengatakan bahwa "Sejelek-jelek sesuatu di dunia adalah menganggur." Di sinilah zakat yang dikelola dengan efisien memiliki esensialitas dan urgensitas untuk menanggulangi problematika pengangguran.

Solusi Zakat

Ada beberapa varian pengangguran yang memiliki konsekuensi hukum yang berbeda. Di antaranya adalah pengangguran yang sifatnya terpaksa, mau tidak mau keadaan memang menuntut untuk menganggur dan tidak ada pilihan lain.

Ada beberapa sebab yang menjadi faktor munculnya pengangguran semacam ini. Diantaranya, seseorang yang memiliki keahlian berbisnis akan tetapi dia tidak memilik modal sama sekali untuk memulai bisnisnya, sehingga dia pun terpaksa menganggur. Atau keahlianya adalah bertani, akan tetapi sama sekali tidak memiliki instrumen dan segala perabotan untuk bertani, atau bahkan tidak memiliki ladang.

Atau memiliki keahlian dalam profesi lain yang membutuhkan perangkat akan tetapi sama sekali tidak memiliki cukup uang untuk membelinya. Selain itu juga terdapat faktor lain, yaitu, tidak pernah menerima pendidikan tentang berprofesi pada masa kecilnya. Untuk yang terakhir ini tentunya yang sangat bertanggung jawab adalah kedua orang tuanya dan Negara pada umumnya.Â

Dalam kasus pengangguran semacam ini zakat memiliki peran signifikan untuk mengatasinya. Yang perlu dicatat, bahwa tujuan zakat bukan hanya mengenyangkan pengangguran yang fakir dan miskin dalam jangka waktu tertentu saja, seminggu misalkan, kemudian setelah itu mereka kembali fakir dan miskin lagi.

Akan tetapi, tujuan esensialnya adalah mengentaskan mereka dari keterpurukan tersebut selamanya, dengan cara mendaya gunakan harta zakat untuk memodali mereka yang darinya mereka mampu mengembangkanya sendiri sampai memiliki pemasukan yang mencukupi kebutuhan mereka selamanya.

Semisal pada kasus seorang yang memiliki keahlian berbisnis namun menganggur sebab tidak memiliki modal untuk memulai berbisnis, maka dia diberi dari harta zakat modal secukupnya, sekira dari modal tersebut dia dapat menghasilkan masukan laba yang bisa mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Cara seperti ini sangat efektif, karena ketika bisnis yang dijalani telah mapan maka untuk seterusnya dia bisa menghidupi dirinya sendiri secara kontinu tanpa mengandalkan santunan zakat lagi.

Atau dia memiliki keahlian bertani akan tetapi tidak memiliki sarana-sarana pertanian yang memadai maka dia diberi harta zakat secukupnya yang denganya ia mampu membeli segala perabot pertanian yang dibutuhkan. Bahkan jika diperlukan, jika tidak memiliki ladang, maka dibelikan ladang agar denganya ia bisa memulai bertani. Hal demikian senada dengan yang diungkapkan dalam literatur kitab-kitab fikih. Bersambung
»»  READMORE...

Jumat, 02 September 2011

Hikmah Zakat

Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung hikmah dan manfaat yang demikian besar dan mulia baik yang berkaitan dengan orang yang berzakat, penerimanya, harta yang dikeluarkan zakatnya, masyarakat secara keseluruhan. Hikmah dan manfaat tersebut antara lain tersimpul sebagai berikut:

Pertama, sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT.

Kedua, karena zakat merupakan hak mustahiq maka zakat berfungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka terutama faskir miskin ke arah kehidupan yang lebih baik sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan beribadah kepada Allah.

Ketiga, sebagai pilar amal bersama (jama’i) antara orang-orang kaya yang berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya digunakan untuk berjihad dijalan Allah sehingga tidak punya waktu untuk berusaha dan berikhtiyar untuk mencari nafkah.

Keempat, sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki umat islam, seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial, maupun ekonomi. Sekaligus sarana pembangunan SDM muslim.

Kelima, untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu bukanlah membersihkan harta yang kotor akan tetapi mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari harta kita yang didapat dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan Allah SWT

Keenam, dari sisi pembangunan kesejahteraan umat zakat merupakan salah satu instrumen pemeretaan pendapatan dengan yang dikelola dengan baik dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan. Monzer khaf menyatakan zskat dan sistem pewarisan Islam cenderung pada distribusi harta yang egaliter dan bahwa sebagai manfaat dari zakat harta akan selalu beredar.
»»  READMORE...

Kamis, 01 September 2011

Perhitungn Zakat Profesi

Istilah zakat profesi adalah baru, sebelumnya tidak pernah ada seorang ‘ulamapun yang mengungkapkan dari dahulu hingga saat ini, kecuali Syaikh Yusuf Qaradhowy menuliskan masalah ini dalam kitab Zakat-nya, kemudian di taklid (diikuti tanpa mengkaji kembali kepadanash yang syar’I) oleh para pendukungnya, termasuk di Indonesia ini.

Menurut kaidah pencetus zakat profesi bahwa orang yang menerima gaji dan lain-lain dikenakan zakat sebesar 2,5% tanpa menunggu haul (berputar selama setahun) dan tanpa nishab (jumlah minimum yang dikenakan zakat).

Mereka mengkiyaskan dengan zakat biji-bijian (pertanian). Zakat biji-bijian dikeluarkan pada saat setelah panen. Disamping mereka mengqiyaskan dengan akal bahwa kenapa hanya petani-petani yang dikeluarkan zakatnya sedangkan para dokter, eksekutif, karyawan yang gajinya hanya dalam beberapa bulan sudah melebihi nisab, tidak diambil zakatnya.

Simulasi cara perhitungan menurut kaidah Zakat profesi seperti di bawah ini :

Cara I (tidak memperhitungkan pengeluaran bulanan)

Gaji sebulan == Rp 2.000.000

Gaji setahun == Rp 24.000.000

1 gram emas == Rp 100.000

Nishab == Rp 85 gram

Harga nishab == Rp 8.500.000

Zakat Anda == 2,5% x Rp 24.000.000 == Rp 600.000,-

Cara II (memperhitungkan pengeluaran bulanan)

Gaji sebulan == Rp 2.000.000

Gaji setahun == Rp 24.000.000

Pengeluaran bulanan == Rp 1.000.000

Pengeluaran setahun == Rp 12.000.000

Sisa pengeluaran setahun == Rp 24.000.000 – 12.000.000 == Rp 12.000.000

1 gram emas == Rp 100.000

Nishab == Rp 85 gram

Harga nishab == Rp 8.500.000

Zakat Anda == 2,5% x Rp 12.000.000 == Rp 300.000,-
»»  READMORE...

Urgensi Zakat Fitrah

Lazim kita ketahui zakat fitrah merupakan ibadah penutup dari seluruh rangkaian ibadah di bulan suci Ramadan. Namun, zakat fitrah hendaknya tidak dipahami hanya sekadar sebagai rutinitas ibadah yang mengiringi puasa di bulan suci Ramadan. Akan tetapi, lebih dari itu zakat fitrah merupakan kewajiban yang diperuntukkan bagi terwujudnya kesempurnaan ibadah puasa Ramadhan yang kita lakukan. Tidak sempurna ibadah puasa Ramadan kita apabila tidak diiringi dengan mengeluarkan zakat fitrah.

Zakat fitrah merupakan sarana pembersih jiwa dan harta benda kita sebagaimana firman Allah SWT, "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat kamu membersihkan dan menyucikan mereka. Sesungguhnya doa kamu menjadi ketenteraman jiwa mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. 9: 103)

Ayat di atas hendak menegaskan kepada kita kaum Muslim bahwa orang-orang yang diberi kecukupan materi memiliki sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi. Selain menunaikan ibadah ritual secara pribadi orang-orang yang diberi kelebihan harta benda juga harus menunaikan ibadah secara sosial berupa zakat fitrah. Hal ini dikarenakan di dalam harta benda dan penghasilan yang kita terima ada sebagian hak orang lain yang dititipkan. Perintah menunaikan zakat atas harta benda dan penghasilan yang kita peroleh dimaksudkan untuk mendidik kita kaum Muslim agar menjauhi sifat egois dan rakus demi mewujudkan semangat berbagi dengan orang lain.

Dalam susunan rukun Islam zakat berada pada urutan ketiga setelah syahadat dan shalat serta sebelum puasa dan menuaikan ibadah haji sebagai rukun terakhir. Dalam kitab suci Al Qur'an kata zakat disebut sebanyak tiga puluh kali. Dua puluh tujuh di antaranya disebut bersama shalat, seperti dalam firman Allah SWT berikut “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat mereka mendapatkan pahala di sisi Tuhan, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (QS. 2: 277)

Ayat di atas menunjukkan dengan tegas betapa pentingnya posisi zakat fitrah selain ibadah salat. Di dalam Al Qur'an perintah mendirikan salat sering digandengkan dengan perintah untuk mengeluarkan zakat.Â

Jika ibadah shalat merupakan wujud dari bukti pengabdian dan kepatuhan kita kepada Allah SWT, maka zakat fitrah dimaksudkan sebagai pembersih jiwa dan harta benda kita. Secara sosial, zakat fitrah menjadi sarana komunikasi antara manusia dengan manusia lain dalam sebuah tatanan kehidupan sosial.

Zakat secara umum merupakan salah satu sumber pendanaaan utama kaum Muslim yang harus digalakkan baik dari segi pelaksanaan maupun pengelolaan. Dengan menggalakkan pelaksanaan dan pengelolaan zakat diharapkan cita-cita peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat terus diupayakan secara maksimal dan berkelanjutan. Jika zakat dapat dikelola secara profesional, maka bukan mustahil ia akan dapat menunjang pembangunan bangsa di berbagai sektor kehidupan.

Khusus tentang zakat fitrah yang lebih ditujukan pada upaya penyucian (fitrah) jiwa, maka pelaksanaannya harus diletakkan sebagai upaya penemuan esensi kemanusiaan yang suci. Sehingga di akhir Ramadhan kita betul-betul menjadi manusia yang bertakwa sebagai indikator dari kefitrian kita. Dan secara sosial, zakat yang kita tunaikan menjadi investasi bagi pemberdayaan ekonomi umat.

Karena itu, apabila kita enggan mengeluarkan zakat fitrah berarti kita telah berlaku zalim, pertama, kepada diri kita sendiri karena menutup upaya untuk menemukan jati diri kita yang fitri, dan kedua, kepada saudara kita yang kurang mampu dengan menguasai atau memakan harta mereka. Harus diingat bahwa harta benda dan penghasilan yang selama ini berhasil kita peroleh merupakan sebuah bentuk cobaan dari Allah SWT kepada setiap hamba-Nya.

Apakah kita mampu senantiasa mengucapkan rasa syukur atas semua pemberian Allah SWT tersebut dengan cara bersedia berbagi dengan orang lain atau justru bersikap sebaliknya?
»»  READMORE...